Senin, 16 Maret 2009

"Risk and Opportunity"


Tantangan Krisis Global :
Tontonan Java Jazz Festival tahun 2009 di Balai Sidang Jakarta, 6,7,8 March 2009 mempunyai perspektif lain. Setelah hampir hampir gagal karena adanya ”Crisis Global”. Tontonan Java Jazz tetap digelar dengan segala konsekwensinya. Harga Tiket dibandrol 350 Rb per hari dan 900Rb tiket terusan untuk 3 hari berturut turut. Khusus untuk menonton pertunjukan tertentu diperlukan additional charge berkisar 200rb-300rb. Dengan tiket yang tidak murah, apalagi pada saat ekonomi ”downturn” karena terjadinya krisis Global tsb kenyataannya penonton berjubel dan berdesak desak an di 19 stages (panggung). Java Jazz Festival digelar oleh ”Pieter Gontha” enterprices management selama 5 kali berturut turut. Periode thn 2009 adalah periode yg ke V, sehubungan dengan krisis global, management membuat terobosan ”Brillian” dan ”Cerdik”. Segement Pasar Jazz dan Fusion yang diperkirakan mempunyai demografi usia 40 tahun keatas atau ex generasi baby Boomer (generasi Baby Boomer adalah adalah generasi yang lahir tahun 1946 s/d tahun 1964) adalah generasi yang diperkirakan sukses dalam ekonomi dan di USA saja diperkirakan mempunyai daya beli konon sampai 1.2 Trillion US dollar. Apakah terobosan ”Brillian” dari management ???. Kali ini management mencoba menjaring segment pasar generasi Y (generasi Y atau Cohort, adalah generasi anak dari generasi x ”baby boomer” istilah X dan Y adalah menurut Kottler). Management memilih artis dan sekaligus musisi ”JASON MRAZ”. Jason adalah anakmuda dan musisi Amerika yang digemari oleh kaum muda diseluruh dunia walaupun bukan dari genre music Jazz dan Fusion terbukti Java Jazz Festival 2009 berlangsung sukses dari perspektif Innovasi dan Marketing. Tiket utk spesial show pada hari jumat JASON MRAZ habis 2 bulan sebelum show berlangsung, sehingga pertunjukan diperpanjang sampai spesial show hari Sabtu !!!...Luar biasa ..pengunjung tetap membludak. Pertunjukan tsb sukses luar biasa dari sisi Komersial. Pada tontonan Java Jazz dipanggung yang lain mulai dari Brazillian Jazz Ivan lendl (sang penerus generasi Antonio Carlos Jobim), Ron King Big Band dan New York Voice, Bob Layle sang pianis, samp;ai artis lokal Gitaris Wayan Balawan, Gitaris Tohpati adalah idola kaum muda generasi Y juga dilabel sukses. Secara pertunjukan komersial Java Jazz 2009 dengan terobosan bisnis ditengah krisis global terbukti sukses. Pemahaman tentang ”segment pasar” dan ”innovasi” pada produk JJF 2009 adalah kunci sukses organisasi apapun untuk memanfaatkan tantangan dan resiko menjadi peluang peluang baru melalui Innovasi Produk, serta menimbulkan kekuatan daya saing yang baru dari Organisasi tsb.

Tantangan Ecology dan Lingkungan :
Perusahaan GE memperkenalkan ECOMAGINATION, sebagai komitment menjawab tantangan terbaru mengenai lingkungan. Perusahaan GE melihat tantangan tsb sebagai kesempatan (opportunity) mulai dari bola lampu fluorescent yang efisien sampai locomotive dengan energy Hibrid. Ecomagination adalah strategy bisnis yang mengendalikan pertumbuhan bisnis di GE dan sudah melampaui USD 12 Miljard. Secara tradisional banyak perusahaan melihat resiko sebagi ancaman akan tetapi banyak pula yang melihatnya sebagai peluang (opportunity). Dengan melihat resiko di downside (hilir) sehingga menimbulkan dampak Innovasi didalam Organisasi dan Daya saing yang baru dari perusahaan.

Tantangan Produk Substitusi :
Tahun 1997 Kinepolis sebuah perusahaan gedung bioskop (cinema) di Belgia, ketika banyak perusahaan sejenis ”decline” di pasar yang menurun, disebabkan penonton bioskop yang menurun., hampir semua operator bioskop di Belgia tutup. Kinepolis membuat terobosan dengan bioskop yang dibuat mini di ”lingkar luar kota Brussel” sehingga parkir bisa gratis/murah dibanding jika dipusat kota, bioskop dilengkapi dengan super sound system, super multi-layar dan film film terbaru. Bisnis bioskop yang sudah dianggap akan mati ternyata memberikan kesempatan bagi Kinepolis menjadi sebuah perusahaan yang menguntungkan.. Kinepolis megaplex pertama didunia dengan 25 layar dan 7.600 seat berhasil mencapai hasil yg spectaculer, expansi selanjutnya di France, Spain, Poland, switzerland, dan melaporkan keuntungan 14.6 Juta Euro di tahun 2006. Kinepolis telah menciptakan sebuah ”Peluang Bisnis” ketika yang lain melihatnya hanya sebuah Resiko Gagal.

Mengelola Resiko dan Peluang Bisnis. (Oleh : Tamara Bekefy, Mark J.Epstein, Kristi Yuthas).
Dalam mengelola Risk dan Peluang dimulai dengan mengindentifikasi resiko resiko dan peluang peluang.
Pada Bisnis masa kini Resiko memiliki ancaman ancaman kepada perusahaan akan tetapi juga menimbulkan peluang peluang.. Perusahaan Wal Mart mempunyai armada truck no 2 terbesar di USA. Wal Mart memerintahkan driver melakukan ”Idling” selama loading dan unloading sehingga menghemat GHG (Green House Gas) atau gas carbon sebanyak 100.000 ton pertahun dan menghemat bahan bakar 25 juta USD. Strategy untuk mengindentifikasi peluang peluang adalah :

  1. Learning from the past (belajar dari kejadian masa lalu)
  2. Customer sensitivity (sensitivitas pelanggan)
  3. Learning from others (belajar dari pengalaman orang lain)
  4. Scanning (melakukan scanning).
  5. Scenario Planning (melakukan rencana scenario).
  6. Identifikasi gaps pasar dan merubah game (permainan).
  7. Design yang ideal dan berkompetisi : seperti di papan catur.
  8. Market sensitivity. (Kepekaan pasar).

Akan tetapi dalam mengelola ”Resiko dan Peluang”. Appetite (selera) dalam menghadapi dan mengelola risk dari suatu perusahaan harus ditetapkan untuk mengetahui sejauh mana resiko bisa di toleransi oleh perusahaan. Jika selera Resiko sudah ditetapkan maka perusahaan bisa mulai mengukur resiko dan peluang serta mulai mengkapitalisasi peluang yang diidentifikasi dan mulai melakukan tindakan mengelola untuk mitigasi resiko.Kunci daripada memanfaatkan peluang adalah INNOVASI. Sebagaimana dilakukan Kineapolis pada usaha bioskop, GE dengan Ecomagination, Wall Mart etc.

Tantangan Pergeseran Pasar karena pengaruh sosial budaya:
Perusahaan circus Guy laliberte dan Daniel Gauthier, (ketika semua circus berkompetisi pada pasar yang menyusut) maka keduanya menyadari bahwa selera audiense telah bergeser dari tontonan circus tradisional, keduanya melakukan ”Hibryd Circus dan theater” sekaligus dan berhasil meningkatkan jumlah penonton dari 60 juta menjadi 90 juta penonton di kota kota besar di Amerika dan dunia, dan mengumpulkan pendapatan melebihi dari ½ miljard USD. Keduanya telah mengubah definisi circus menurut selera dan kecerdikan nya memahami perubahan pasar.

Meng evaluasi Opportunity :
”Financial proffesional” berperan sangat kunci dalam memperhitungkan peluang dan resiko tersebut. Banyak cara dilakukan untuk menghitung opportunity dengan menghitung nilai tambah Value Added (profit minus cost of capital), NPV dlsb

Tahapan menghitung Risk dan Opportunity adalah sbb:

  1. Menjabarkan opsi hasil pemikiran tentang innovasi.
  2. Memperkirakan benefit dari peluang peluang tsb.
  3. Mempekirakan biaya untuk memanfaatkan peluang beserta biaya atas resiko yang mungkin terjadi.
  4. Memperkirakan Probabilitas terjadinya resiko tsb.
  5. Menghitung dampak dari resiko yang mungkin terjadi.
  6. Menghitung NPV dari resiko dan peluang tsb.
  7. Menghitung return (ROI) etc.

Pada bisnis masa kini setiap bisnis memliki resiko akan tetapi juga memiliki peluang. Perusahaan diharapkan mampu meng quantify peluang dan resiko untuk didapatkan benefit nya dan membangun daya saing baru bagi perusahaan.

Sumber :
Risk and Opportunity dikutip dari :Bisnis Jurnal CMA Mangement.
Creating Growth from effective opportunity risk management, by : Tamara Bekefi, Mark J.Epstein, and Kristi Yuthas


Disusun : Hendro Subekti

Tidak ada komentar: